BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Didalam hukum perdata kita mengenal hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan senantiasa tertuju terhadap bendanya orang lain, baik terhadap benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jika benda jaminan yang ditujukan pada benda bergerak maka hak kebendaan itu berupa gadai. Hak kebendaan ini memberikan kekuasaan langsung terhadap benda jaminan dan hak mana yang dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.
Oleh karena itu gadai merupakan hak kebendaan maka gadai memiliki sifat-sifat dari hak kebendaan tersebut seperti selalu mengikuti bendanya(droit de suite), yang terjadi lebih dahulu didahulukan dalam pemenuhannya(droit de preference, azas prioriteit) dapat dipindahkan, pemindahan hak dilakukan secara penuh, hak kebendaan berlangsung lama dan hak kebendaan jumlahnya terbatas.
Tentang gadai diatur dalam buku ke II kitab undang-undang hukum perdata dalam pasal sebagai berikut
• Pasal 1150
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutamg atau oleh seorang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan
• Pasal 1151
Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperblehkan bagi penbuktian persetujuan pokoknya
• Pasal 1152
Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa diletakkan dengan membawa barang gadainya dibawah kekuasaan si berpiutang atau seorang pihak ke tiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak
Tak sah adalah hak gadai atas suatu benda dibiarkan tetap dalam kekuasaan si berhutang atau si pemberi gadai ataupun yang kembali atas kemauan si berpiutang
Hak gadai hapus apabila barangnya gadai keluar dari kekuasaan si penerima gadai. Apabila namun itu barang tersebut hilang dari tangan penerima gadai ini atau dicuri daripadanya, maka berhaklah ia menuntutnya kembali sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1977 Ayat ke dua, sedangkan apabila barang gadai didapatkannya kembali, hak gadai dianggap tidak pernah telah hilang
• Pasal 1152 bis,
Untuk meletakkan hak gadai atas surat-surat tunjuk diperlukan selainnya endossemennya, penyerahan suratnya
• Pasal 1153
Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh kecuali surat-surat tunjuk atau surat-surat bawa diletakkan dengan pemberitahuan perihal penggadaiannyaitu harus dilaksanakan. Oleh orang ini tentang hal pemberitahuan tersebut serta tentang izinnya si pemberi gadai dapat dimintainya suatu bukti tertulis
• Pasal 1154
Apabila si berhutang atau si pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya, maka tidak diperkenankanlah si berpiutang memiliki barang yang digadaikan
Segala janji yang bertentangan dengan hal ini adalah batal
• Pasal 1155
Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berhutang atau si pemberi gadai bercedera janji, setelah waktu yang telah ditentukan lampau atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barang gadainya di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut
Jika barang gadainya terdiri atas barang-barang perdagangan atau efek-efek yang dapat diperdangangkan di pasar atau bursa, maka penjualannya dapat dilakukan ditempat-tempat tersebut, asal dengan perantara dua orang makelar yang ahli dalam barang-barang perdangangan tersebut
• Pasal 1156
Bagaimanapun, apabila si berpiutang atau si pemberi gadai bercedera janji, si berpiutang dapat menuntut di muka hakim supaya barang gadainya dijual menurut cara yang ditentukan oleh hakim untuk melunasi hutang beserta bunga dan biaya, ataupun hakim, atas tuntutan si berpiutang dapat mengabulkan bahwa barang gadainya akan tetap pada si berpiutang untuk jumlah yang akan ditetapkan dalam putusan hingga sebesar utangnya beserta bunga dan biaya
Tentang hal penjualan barang gadai dalam hal-hal termaksud dalam pasal ini dan dalam pasal yang lalu, si berpiutang diwajibkan memberitahu si pemberi gadai selambat-lambatnya pada hari yang berikutnya apabila ada suatu perhubungan pos harian ataupun suatu hubungan telegrap satau jika tidak demikian halnya dengan pos yang berangkat pertama
Pemberitahuan dengan telegrap atau surat tercatat berlaku sebagai suatu pemberitahuan yang sah
• Pasal 1157
Si berpiutang adalah bertanggungjawab untuk hilangnya atau kemerosotan barangnya sekadar itu telah terjadi karena kelalaiannya
Sebaliknya si berhutang diwajibkan mengganti kepada si berpiutang segala biaya yang berguna dan perlu yang telah dikeluarkan oleh pihak yang tersebut belakangan ini guna keselamatan barang gadainya
• Pasal 1158
Jika suatu piutang digadaikan sedangkan piutang ini menghasilkan bunga, maka si berpiutang boleh memperhitungkan dengan bunga yang harus dibayarkan kepadanya
Jika utang untuk jaminannya telah diberikan suatu piutang dalam gadai tidak menghasilkan bunga, maka bunga-bunga yang diterima oleh si pemegang gadai dikurangkan dari uang pokok
• Pasal 1159
Selama si pemegang tigak menyalahgunakan barang yang diberikan dalam gadai, maka si berhutang tidaklah berkuasa menuntut pengembaliannya sebelum ia telah membayar sepenuhnya baik uang pokok maupun bunga dan biaya utangnya yang untuk menjamin barang gadainya telah diberikan beserta pula segala biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang gadainya
Jika diantara si berhutang dan si berpiutang ada pula suatu hutang ke dua dan dapat ditagih sebelum pembayaran uang pertama atau pada hari pembayaran itu sendiri, maka si berpiutang tidaklah diwajibkan melepaskan barang gadainya sebelum kepadanya dilunasi sepenuhnya kedua utang tersebut, sekalipun tidak telah diperjanjikan untuk mengikatkan barang gadainya bagi pembayaran utang keduanya
• Pasal 1160
Barang gadai tidak dapat dibagi-bagi, sekalipun hutangnya diantara para waris si berhutang atau diantara para warisnya si berpiutang dapat dibagi-bagi
Seorang waris si berhutang yang telah membayar bagiannya, tidaklah dapat menuntut pengembalian bagiannya dalam barang gadainya, selama hutangnya belum dibayar sepenuhnya
Sebaliknya seorang waris si berpiutang yang telah menerima bagiannya dalam piutangnya, tidaklah diperkenankan mengembalikan barang gadainya bagi kerugian para kawan waris yang belum dibayar
• Pasal 1161
Dihapuskan
Gadai pada dasarnya adalah suatu hak kebendaan atas benda bergerak milik orang lain dan bertujuan tidak untuk memberi kenikmatan atas suatu benda tersebut melainkan untuk memberi jaminan bagi pelunasan hutang orang yang memberikan jaminan tersebut.
Dengan demikian benda-benda khusus disediakan bagi pelunasan hutang si debitur atau pemilik benda. Bahkan gadai memberi hak untuk didahulukan dalam pelunasan hutang bagi kreditur tertentu serta memberi wewenang bagi si kreditur untuk menjual sendiri barang-barang yang dijaminkan
Gadai itu bersifat accesoir yang merupakan tambahan saja dari perjanjian pokok yang berupa perjanjian pinjaman uang. Dan dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai si berhutang itu lalai membayar kembali hutangnya
Hak gadai ini beda dengan hak-hak kebendaan yang lain dan merupakan hak yang bersifat memberi jaminan, jaminan bayaran kembali dari uang pinjaman tersebut. Akan tetapi hak menguasai barang itu tidak meliputi hak untuk memakai, menikmati atau memungut hasil barang yang dipakai sebagai jaminan(dengan hak memungut hasil, hak pakai dan mendiami dan lain-lain)
Timbulnya hak gadai pertama-tama adalah karena diperjanjikan. Perjanjian tersebut dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan dipertegas dalam Pasal 1133 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa hak untuk didahulukan diantara orang-rang berpiutang terbit dari hak-hak istimewa, hak gadai dan hak hipotik. Perjanjian itu melibatkan dua pihak yaitu pihak yang menggadaikan barangnya dan disebut pemberi gadai atau debitur dan pihak yang menerima jaminan gadai dan disebut penerima gadai atau pemegang gadai(kreditur)
Jika ada pihak ketiga dan yang bersangkutan memegang benda gadai tersebut atas persetujuan pihak pertama dan pihak kedua maka orang itu dinamakan pihak ketiga gadai, sedangkan objeknya atau benda yang digadaikan itu adalah benda bergerak yang menurut ketentuan Pasal 1150, 1152 Ayat 1, 1153 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dapat berupa benda bergerak berwujud kecuali kapal-kapal yang terdaftar pada register kapal, maupun benda bergerak tidak berwujud berupa hak-hak.
Yang penting dalam perjanjian gadai adalah benda yang dijadikan jaminan haruslah dilepaskan dari kekuasaan si pemberi gadai dan diserahkan kepada penerima gadai, hal ini disebut inbezitstelling
Hak gadai ditanamkan berhubung dengan dan sebagai atau kelanjutan atau accesoir dari suatu hubungan hukum lain, tanpa hubungan hukum itu hak gadai tidak dapat terjadi.
BAB II
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latarbelakang dalam pendahuluan dapat dikemukakan beberapa pertanyaan sebagai berikut
1 Sifat-sifat gadai dalam cerminan hak kebendaan ?
2 Apa yang dapat dijadikan sebagai subjek dan objek suatu gadai ?
3 Bagaimana prasyarat cara menggadaikan suatu hak gadai dan hal apa yang dapat digadaikan ?
4 Bagaimanakah penanaman hak gadai atas surat-surat berharga atas tunjuk dan penanaman hak gadai atas nama dan sebagainya ?
5 Bagaimanakah pelunasan dari hasil yang digadaikan dan pelunasan piutang dari hasil piutang atas nama ?
6 Kewajiban dan hak dari pihak si pemegang gadai serta kewajiban dan hak dari pihak si penerima gadai !
7 Yang menyebabkan terhapusnya suatu gadai !
8 Gadai menurut Hukum Adat dan Hukum Islam !
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam latar belakang telah dikemukakan pengertiaan dari gadai dalam Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata “Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutamg atau oleh seorang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan”
Disamping dari pengertiaan gadai yang termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, gadai juga mempunyai unsur-unsur sebagai berikut
1) Gadai Gadai hanya diberikan atas benda bergerak
2) Gadai memberikan hak kepada penerima gadai (kreditur) untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas piutang kreditur (droit de preference)
3) Gadai memberikan kewenangan kepada penerima gadai (kreditur) untuk mengambil sendiri pelunasan secara mendahului
4) Jaminan gadai harus dikeluarkan dari penguasaan pemberi gadai (debitur), Penyerahan benda gadai secara fisik (lavering)
Pembebanan benda jaminan
1) benda gadai tidak dapat dibebankan berkali-kali kepada kreditur yang berbeda;
2) Tidak ada aturan untuk mendaftarkan benda jaminan yang menjadi obyek gadai
Kedudukan benda jaminan
benda jaminan secara fisik berada di bawah penguasaan Kreditur/Penerima Gadai atau pihak ketiga yang telah disetujui kedua belah pihak.
Sifat-sifat gadai dalam cerminan hak kebendaan
1) Gadai merupakan perjanjian yang bersifat assesoir (tambahan) terhadap perikatan pokok, yang tanpa adanya keberadaan dari utang pokok, maka hak atas benda yang digadaikan tidak pernah ada. Gadai diberikan setelah adanya perjanjian pokok;
2) Bersifat memaksa, berkaitan dengan adanya penyerahan secara fisik benda gadai dari Debitur/Pemberi Gadai kepada Kreditur/Penerima Gadai;
3) Dapat beralih atau dipindahkan, benda gadai dapat dialihkan atau dipindahkan oleh Penerima Gadai kepada Kreditur lain namun dengan persetujuan dari Pemberi Gadai;
4) Bersifat individualiteit, sesuai Pasal 1160 KUH Perdata, bahwa benda gadai melekat secara utuh pada utangnya meskipun karena meninggalnya debitur atau kreditur diwariskan secara terbagi-bagi, namun hak gadai atas benda yang digadaikan tidak dapat hapus dengan begitu saja hingga seluruh utang telah dilunasi;
5) Bersifat menyeluruh (totaliteit), berarti hak kebendaan atas gadai mengikuti segala ikutannya yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan benda terhadap mana hak kebendaan diberikan;
6) Tidak dapat dipisah-pisahkan (Onsplitsbaarheid), berarti pemberian gadai hanya dapat diberikan untuk keseluruhan benda yang dijadikan jaminan dan tidak mungkin hanya sebagian saja;
7) Mengikuti bendanya (Droit de suite), pemegang hak gadai dilindungi hak kebendaannya, ke tangan siapapun kebendaan yang dimiliki dengan hak kebendaan tersebut beralih, pemilik berhak untuk menuntut kembali dengan atau tanpa disertai ganti rugi;
8) Bersifat mendahului (droit de preference), bahwa Penerima Gadai mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda gadai;
9) Sebagai Jura in re Aliena (yang terbatas), gadai hanya semata-mata ditujukan bagi pelunasan utang. Gadai tidaklah memberikan hak kepada Pemegang Gadai/Penerima Gadai untuk memanfaatkan benda yang digadaikan, terlebih lagi mengalihkan atau memindahkan penguasaan atas benda yang digadaikan tanpa izin dari Pemberi Gadai.
Subjek dan Objek suatu gadai
• subjek gadai
1) Dari segi individu (person), yang menjadi subyek gadai adalah setiap orang sebagaimana dimaksud Pasal 1329 KUH Perdata;
2) Para Pihak, yang menjadi subyek gadai adalah :
a. Pemberi Gadai atau Debitur;
b. Penerima Gadai atau Kreditur;
c. Pihak Ketiga yaitu orang yang disetujui oleh Pemberi Gadai dan Penerima Gadai untuk memegang benda gadai sehingga disebut Pemegang Gadai.
• objek gadai
benda bergerak baik bertubuh maupun tidak bertubuh
1) benda bergerak baik berwujud dan tidak berwujud
2) benda tidak bergerak yang tidak dibebani hak tanggungan atau hipotik yaitu bangunan diatas tanah milik orang lain (rumah susun, apartemen)
Cara menggadaikan suatu hak gadai
Terjadinya hak gadai tergantung pada benda yang digadaikan apakah tergolong benda berwujud atau benda tidak berwujud. Menurut Pasal 1151 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, ”persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokoknya”
1) benda bergerak berwujud
dalam hal benda yang akan digadaikan merupakan benda bergerak berwujud, maka hak gadai dapat terjadi melalui dua tahap, yaitu
• pada tahap pertama dilakukan perjanjian antara para pihak yang berisi kesanggupan kreditur untuk meminjamkan sejumlah uang kepada debitur dan kesanggupan debtur untuk menyerahkan sebuah atau sejumlah benda bergerak sebagai jaminan pelunasan hutang(pand vereenkomst). Disini perjanjian bersifat obligatoir konsensual oleh karena baru meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pada para pihak. Karena undang-undang tidak mensyaratkan bentuk tertentu, maka perjanjian dapat dilakukan secara tertulis artinya secara tertulis dalam bentuk otentik(via notaris) atau dibawah tangan(onderhands) dan juga dapat secara lisan
• tahap kedua diadakan perjanjian kebendaan (zakelijkeovereenkomst) yaitu kreditur menyerahkan sejumlah uang kepada debitur, sedangkan debitur sebagai pemberi gadai menyerahkan benda bergerak yang digadaikan kepada kreditur penerima gadai(inbezitstelling). Penyerahan secara nyata ini mengisyaratkan bahwa secara juridis gadai telah terjadi. Jika debitur tidak menyerahkan bendanya kepada kreditur, maka berdasarkan ketentuan Pasal 1152 Ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, gadai itu tidak sah.
2) benda bergerak tidak berwujud
jika benda yang akan digunakan adalah benda bergerak tidak berwujud maka tergantung pada bentuk surat piutang yang bersangkutan apakah tergolong pada surat piutang aan toonder, aan order atau op naam. Namun terjadinya gadai atas surat piutang yang digadaikan itu pada dasarnya juga dilakukan dalam dua tahap. Bagaimana caranya melakukan gadai terhadap benda bergerak tidak berwujud
• gadai piutang kepada pembawa(vordering aan toonder)
terjadinya gadai piutang kepada pembawa adalah sama. Dengan terjadinya gadai pada benda bergerak yang berwujud yaitu
1) para pihak melakukan perjanjian gadai yang dapat dilakukan baik secara tertulis (otentik) maupun dibawah tangan (onderhands) ataupun secara lisan (Pasal 1151 Kitab Undang-undang Hukum Perdata)
2) mengacu pada ketentuan Pasal 1152 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hak gadai dilakukan dengan menyerahkan surat piutang atas bawa kepada pemegang gadai atau pihak ketiga yang disetujui kedua belah pihak (inbezitstelling). Surat piutang ini dibuat oleh debitur yang didalamnya menerangkan bahwa debitur mempunyai hutang sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut. Pemegangnya ini berhak menagih kepada debitur sejumlah uang tersebut, sambil mengembalikan surat yang bersangkutan kepada debitur (contoh sertifikat deposito)
• gadai piutang atas nama (vordering aan order)
1) diadakan perjanjian gadai yaitu berupa persetujuan kehendakk untuk mengadakan hak gadai yang dinyatakan oleh para pihak
2) berdasarkan Pasal 1152 bis, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hak gadai terhadap surat piutang atas tunjuk dilakukan dengan endosemen atas nama pemegang gadai sekaligus penyerahan suratnya. Dengan endosemen, kreditur dimungkinkan untuk melakukan hak-hak yang timbul dari surat piutang tersebut, sedangkan pemegang gadai berhak menagih menurut hukum sesuai dengan isi surat piutang itu.
Endosemen adalah suatu catatan punggung atau tulisan dibalik surat wesel atau cek yang mengandung pernyataan penyerahan atau pemindahan suatu tagihan wesel atau cek kepada orang lain yang dibubuhi tanda tangan oleh orang yang memindahkannya(endossan). Ini berarti endosemen merupakan suatu catatan yang mengesahkan perbuatan pemegang gadai (contoh wesel)
• gadai piutang atas nama (vordering op naam)
1) pada tahap ini pihak debitur dan kreditur mengadakan perjanjian gadai yang bentuknya harus tertulis. Seperti halnya dalam perjanjian surat piutang lainnya, pada tahap ini perjanjian masih bersifat obligatoir dan konsensual
2) menurut Pasal 1153 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hak gadai atas benda bergerak yang tidak bertubuh, kecuali surat-surat tunjuk (aan order) dan surat-surat bawa(aan toonder), dilakukan dengan pemberitahuan tentang telah terjadinya gadai, kepada orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Tentang pemberitahuan serta izin oleh si pemberi gadai, dapat dimintakan suatu bukti tertulis
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gadai piutang atas nama dilakukan dengan cara pemberitahuan oleh si pemberi gadai kepada seorang yang berhutang kepadanya atau debitur bahwa tagihannya terhadap debitur tersebut telah digadaikan kepada pihak ketiga
Oleh karena undang-undang tidak dengan tegas menetapkan suatu bentuk tertentu maka disamping dalam bentuk tertulis, pemberitahuan juga dapat dilakukan secara lisan.
Hal yang dapat digadaikan
Yang dapat digadaikan adalah semua benda bergerak yang terdiri dari
1) benda bergerak yang berwujud
2) benda bergerak yang tidak berwujud yaitu yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan pembayaran uang, yaitu berwujud surat-surat piutang aan toonder(kepada si pembawa), aan order (atas tunjuk) dan op naam(atas nama)
Penanaman hak gadai atas surat-surat berharga atas tunjuk dan penanaman hak gadai atas nama dan sebagainya
a) penanaman hak gadai atas surat-surat berharga atas tunjuk
Penanaman hak gadai atas surat-kepada order (wissel-wissel kepada order, kognosemen-kognosemen kpd order dan sebagainya) telah diatur dalam pasal 1198 bis, yang kecuali penyerahan suratnya kepada pemegang gadai, juga kemasyarakatan endossemen (benda yang digadaikan) surat tunjuk itu tidak beralih eigendomnya dari pihak yang satu (pemberi gadai) kepada pihak yang lain (pemegang gadai), tetapi berdasarkan endossemen pemegang gadai bagi dirinya berhak untuk menagih dengan jalan hukum isi daripada surat tunjuk tersebut.
Endossemen tersebut mengesahkan perbuatan pemegang gadai. Pasal 1198 bis telah mengakibatkan timbulnya pertanyaan apakah pada surat kepada order hak gadainya ditanamkan atas suratnya ataukah atas hak-hak yang timbul dari surat itu, sebuah pertanyaan yang oleh Hoge Raad dijawab dalam arti yang disebut terbelakang (H.R. 20 Mei 1932). Jika hak gadai gugur, pemegang gadai harus meniadakan endossemennya, agar si pemberi gadai dapat lagi melakukan hak-hak yang timbul dari surat kepada order tersebut.
b) penanaman hak gadai atas piutang atas nama dan sebagainya
Seperti sudah ternyata dalam nomor 174 hak gadai dapat ditanamkan atas semua benda bergerak yang dapat dipindah tangankan, jadi juga atas benda-benda yang tak berwujud. Piutang-piutang atas nama dan saham-saham atas nama yang termasuk dalam benda-benda tak berwujud telah mengharuskan diadakannya peraturan undang-undang yang khusus. Pada benda-benda ini hak gadai tak dapat ditanamkan dengan memberikan “bendanya” dalam kekhususan nyata dari kreditur, oleh karena dari haknya tidak ada benda yang droat diraba. Jika piutangnya sudah ternyata dari tulisan sesuatu tulisan, atau, jika bukti-bukti sahamnya adalah bukti-bukti atas nama, jika demikian semua hanyalah surat-surat bukti yang bezitnya saja tidaklah cukup untuk melakukan haknya.
Berhubung dengan hal ini ditentukanlah oleh undang-undang (pasal 1199) bahwa hak gadai ditanamkan dengan memberitahukan tentang penggadaiannya kepada orang terhadap mana haknya yang digadaikan itu harus dilakukan. Itu pada piutang-piutang atas nama ialah si debitur dari piutang yang digadaikan dan pad saham-saham atas nama ialah perseorangannya. Bagi pemberitahuan tentang penggadaiannya tidaklah diisyaratkan adanya suatu bentuk tertentu, sehingga pemberitahuan tersebut lainlah halnya jika kita menghadapi cessie, periksa pasal 668-dapat dilakukan secara lisan. Pemberitahuan resmi dengan surat-juru sita adalah lazim, apabila orang yang bersangkutan tidak bersedia mengakui penggadaian tersebut secara tertulis.
Meskipun penggadaian piutang-piutang atas nama menunjukan persamaan dengan cessie dari piutang-piutang semacam itu, tokh ada perbedaan penting, hal mana ternyata, jika diperbandingkan kata-kata dari pasal 668 disatu pihak, pasal 1199 dilain pihak. Jika cessie adalah sudah selesai dengan suatu akta tertulis dan jika disitu pemberitahuan dengan resmi kepada debitur atau pengakuan cessie tersebut oleh si debitur hanyalah perlu, agar cessie itu berlaku lagi debitur tersebut, pada penggadaian telah ditentukan dengan tegas, bahwa hak gadai barulah ditanamkan dengan pemberitahuan sebagai dimaksud oleh pasal 1199.
Pembedaan dalam kata-kata ini bukanlah hal yang kebetulan saja, tetapi itu adalah akibat dari hal yang berikut, yaitu bahwa pembentuk undang-undang, juga pada penggadaian piutang-piutang, berkehendak memberikan suatu peraturan sedemikian, sehingga hak gadai itu tidak lebih dahulu dapat dipandang sebagai “telah tertanam”, kecuali jika dan setelah objek hak gadai tersebut diperlukan sama sekali dari kekuasaan si pemberi gadai. Pada piutang-puitang atas nama penarikan sedemikian barulah ada, apabila si debitur sudah harus berbuat menurut itu.
Baru sesudah saat itulah pemberi gadai tidak wenang itu lagi untuk memungut pembayaran piutang tersebut (H.R. 27 februari 1914). Karenanya hak gadai hapus apabila menyetujui, bahwa si debitur membayar lagi kepada si pemberi gadai; hal yang ditentukan dalam Pasal 1198 Ayat 3 berlaku secara sama pada penggadaian piutang-piutang atas nama (H.R. 5 februari 1917). Perbedaan dalam pengaturan dan perumusan, hal mana ada antara pp. 688 dan 1199, berakibat, bahwa pemberitahuan cessie-nya dalam hal kepailitan si cedent masih juga dapat terjadi secara sah (bandingkan nomor 133), tetapi sesudah mulainya kepailitan dari si pemberi gadai dari si pemberitahuan penggadaian kepada debitur, atas piutang itu tidak dapat lagi ditanamkan hak gadai (demikian arres H.R. 31 Desember 1909).
Perbedaan lebih lanjut antara cessie dan penggadaian sesuatu piutang atas nama ialah, bahwa cessie senantiasa harus dilakukan secara tertulis, sedangkan bagi perjanjian gadai tidak disyaratkan keharusan adanya suatu bentuk tertentu, sehingga perjanjian gadai dapat terlaksana juga secara lisan. Akhirnya masih ada dua buah catatan mengenai penggadaian piutang-piutang, yaitu :
1) bahwa penggadaian piutang-piutang yang masih harus ada masalah mungkin juga, asal hubungan hukum yang mengakibatkan timbulnya piutang yang digadaikan itu telah ada (bandingkanlah apa yang telah diberitahukan dalam nomor 133 sub 5 berhubung dengan cessie piutang-piutang yang masih harus ada);
2) bahwa penggadaian suatu piutang juga mencakup karena Hukum embel-embelnya (=accessoirianya) seperti penanggungan (=borgtocht) dan hipotik.
pelunasan dari hasil yang digadaikan dan pelunasan piutang dari hasil piutang atas nama
• pelunasan dari hasil yang digadaikan
Pasal-pasal 1200 – 1206 berhubungan dengan hak-hak dan wajib-wajib dari pemegang gadai, yang dapat dibelah dalam hak-hak dan wajib-wajib yang ada selama adanya hak gadai (mengenai itu periksalah nomor 182) dan hak-hak beserta wajib-wajib yang berhubunga dengan pengambilan pelunasan yang dapat dilakukan oleh pemegang gadai atas benda yang digadaikan dalam hal wanprestasi dari debitur. Arti dari hak gadai terdiri antara lain dari hal, bahwa kreditur/pemegang gadai adalah wewenang untuk melakukan penjualan atas kuasa sendiri benda-yang-digadaikan, apabila debitur/pemberi gadai tidak memenuhi wajib-wajibnya.
Dalam umumnya kreditur dapat menguangkan benda yang digadaikan tersebut untuk mengambil pelunasan uang pokok, bunga dan biaya-biaya, tanpa harus ada pertama-tama memancing suatu penghiburan debitur oleh pengadilan. Dalam pada itu, ia terikat pada ketentuan untuk memperhatikan beberapa aturan yang dicantumkan dalam Pasal 1201.
Sebelum membicarakan kententuan-ketentuan dalam Pasal 1201 tersebut, haruslah diminta perhatian terhadap hal, apakah yang bagaimanapun juga tidak boleh terjadi dalam hal debitur melakukan wanprestasi; yaitu, menurut Pasal 1200, hal mendaku bagi dirinya sendiri benda yang di “pand”-kan tersebut. Bahkan pada pasal yang sama telah dilarang suatu hal yang disebut “janji batal”, yaitu janji dimana si pemegang gadai meminta ijin kewenangan bagi dirinya sendiri untuk (jika ada wanprestasi) mendaku benda yang digadaikan bagi dirinya (si pemegang gadai) sendiri. Satu dan lain didasarkan atas maksud untuk melindungi debitur/pemberi gadai. Seringkali debitur ini, misalnya untuk memperoleh kredit, akan terpaksa menerima kondisi-kondisi yang terlalu menyesekkan dada baginya dan yang menempatkan kredit dalam kedudukan yang terlalu menguntungkan.
Larangan dalam Pasal 1200 dalam pada itu tidak berarti, bahwa para pihak, sesudah pada suatu ketika karena debitur melakukan wanprestasi teranglah, bahwa orang lantas dapat mengambil pelunasan atas benda yang digadaikan, para pihak tersebut tidak dibenarkan untuk sekali lagi mengadakan perjanjian, bahwa si pemegang gadai akan memperoleh bendanya dalam eigendom untuk sejumlah uang tertentu (H.R. 17 Januari 1929).
Dalam hal paling belakang terjadilah, sesudah hutang untuk mana benda yang digadaikan diberikan dapat ditagih, karena suatu perjanjian lebih lanjut, suatu penyelesaian tertentu dari penggadaian dan disitu bukannya terlebih dahulu telah diadakan suatu pengaturan oleh para pihak untuk hal tersebut. Dorongan yang menjadi dasar dari pasal 1200 tidak terasa di sini.
Jika sekarang ada wanprestasi dari pihak pemberi gadai dapatlah si pemegang gadai, berdasarkan Pasal 1201 dan dengan mengindahkan formalitas-formalitas yang diharuskan adanya dalam pasal tersebut, menyuruh agar benda dijual. Tetapi di samping itu Pasal 1201 memberikan kepadanya hak untuk berhubungan dengan hakim dan untuk menuntut agar hakim menemukan suatu cara (lain) tertentu bagi penjualan benda yang digadaikan tersebut atau agar hakim menyetujui benda yang digadaikan diterima oleh si pemegang gadai sebagai pembayaran untuk sejumlah uang tertentu, jumlah mana akan ditetapkan oleh hakim.
Jika para pihak pada saat mengadakan perjanjian gadai sudah menghendaki untuk mengadakan pengaturan tentang cara meng-uangkan benda yang digadaikan, dalam hal demikian, demikianlah Hoge Raad (1 April 1927), tidak debenarkan pemberian wewenang untuk pengambilan pelunasan dengan penjualan dibawah tangan, tetapi yang dibolehkan ialah menentukan, bahwa si pemegang gadai hanya akan dapat menempuh cara bertindak sebagimana ditentukan dalam Pasal 1202.
Sesudah penguangan benda yang digadaikan, kreditur wajib untuk mempertanggung-jawabkan hasil (penguangan) kepada debitur dan untuk membayarkan kepadanya sisa lebihnya. Dalam hal kepailitan si pemegang gadai berkedudukan sebagai yang disebut separatis; bandingkan pp. 57-59 Fw., Undang-undang kepailitan nomor 76 ds.
Akhirnya masih ada beberapa ucapan Hoge Raad yang harus dikemukakan.
Yaitu, Hoge Raad menentukan, bahwa suatu penetapan ex pasal 1202 belum membuktikan adanya hak gadai (arres H.R. 25 Januari 1934), dan selanjutnya mengenai ceel-ceel atas tunjuk, bahwa orang yang menerbitkan “ceel-ceel” itu wajib menyerahkan benda-benda yang tersebut dalam ceel-ceel itu kepada setiap pemegang yang jujur, jadi c.q. juga kepada si pemegang gadai, yang sesudah penyerahan barang harus berbuat menurut pasal 1201 dengan barang-barang itu (H.R. 13 Januari 1928).
• pelunasan piutang dari hasil piutang atas nama
Bagi pengambilan pelunasan yang dapat diambil oleh pemegang gadai pada pengaturan tersendiri. Diambil secara tepat, bagi penerapannya dapat dipergunakan pp. 1201 dan 1202, pasal-pasal mana bagaimanapun juga, mengingat kata-katanya, tidak menolak pelekat keberatan-keberatan yang serius, sebab pada umumnya sebuah piutang atas nama itu jika dijual dimuka umum tidak akan mendatangkan hasil yang cukup.
Si pemegang gadai akan harus berusaha menurut pasal 1202, agar piutang yang bersangkutan dapat beralih kedalam eigendomnya sampai jumlah tertentu; tetapi juga dengan jalan demikian kesukaran-kesukarannya tidak hilang dan itu pertama ialah, oleh karena dalam hal demikian perantaranya pengadilan senantiasa tidak dapat dihindari dan selanjutnya, oleh karena harga pitung tidak senantiasa dapat ditetapkan secara cukup selama pada dan karena penagihan telah ternyata, bahwa debitur memperhatikan kemampuan cukup bagi pengambilan pelunasan.
Hal yang paling sederhana dengan demikian kirarnya ialah suatu pngaturan sedemikian (sesuai dengan yang diberikan oleh undang – undang didalam pasal 1204 berhubungan dengan bunga-bungan yang dalam keadaan gugur) sehingga si pemegang gadai mempunyai wewenang untuk dengan langsung memungut piutang dan jumlah yang dipungut tersebut diperlukan sebagai suatu pembayaran dengan mengurangkan itu pada piutangnya atas si pemberi gadai.
Dalam pada itu Hoge Raad telah mengingkari adanya (berdasarkan hukum) suatu wewenang untuk pemungutan sedemikaian dan pengingkaran itu ternyata dari dalam lebih dari sebuah area (H.R 18 januari 1889 dan H.R 25 Februari 1898).
Sementara itu praktek telah dapat menemukan penyelesaian, oleh karena pada perjanjian gadai si pemegang gadai mengusahakan agar dirinya diberi kuasa penuh (kuasa mana tidak dapat ditarik kembali) oleh si pemberi gadai, yaitu dengan jalan mengakui sahnya kuasa penuh semacam itu, bahkan Hoge Raad telah menentukan, bahwa kuasa penuh itu, sebagai bagian yang diberikan, juga dala hal kepailitan dari si pemegang gadai, tidak menjadi hapus (H.R. 25 februari 1898 dan 30 oktober 1919).
Berhubung dengan yurisprudensi ini, adalah kebiasaan tetap untuk memuat sebuah klausula seperti yang dimaksud disini dalam perjanjian-perjanjian gadai mengenai piutang-piutang atas nama. Juga penyerahan sebagai jaminan kita dapati pada piutang-piutang.
Kewajiban dan hak dari pihak si penerima gadai serta dari pihak si pemberi gadai
• kewajiban penerima gadai
1) hanya menguasai benda selaku hounder bukan sebagai bezitter serta menjaga keselamatannya. Dengan demikian kreditur tidak boleh menikmati atau memindahtangankan benda-benda debitur yang dijaminkan itu.
2) Kreditur wajib memberi tahu debitur bila benda gadai akan dijual selambat-lambanya pada hari yang berikutnya apabila ada suatu perhubungan pos harian atau suatu perhubungan telegrap, atau jika tidak dapat dilakukan, diperbolehkan melalui pos yang brangkat pertama (Pasal 1156 Ayat 2 KUHPerdata).
3) Kreditur bertanggungjawab atas hilangnya atau merosotnya nilai benda gadai jika terjadi karena kelalaiannya (Pasal 1157 KUHPerdata).
4) Kreditur wajib mengembalikan benda gadai setelah hutang pokok, bunga, biaya atau ongkos untuk penyelamatan benda yang bersangkutan telah dibayar lunas (Pasal 1159 Ayat 1 KUHPerdata).
• hak penerima gadai
1) seorang kreditur dapat melakukan parate executie (eigenmachtige verkoop) yaitu menjual atas kekuasaan sendiri benda-benda debitur dalam hal debitur lalai atau wanprestasi
2) kreditur berhak menjual benda bergerak milik debitur melalui perantaraan hakim dan disebut rieel executie
3) sesuai dengan bunyi Pasal 1157 Ayat 2 Kitab Undang-undang Perdata, kreditur berhak mendapatkan penggantian dari debitur semua biaya yang bermanfaat yang telah dikeluarkan kreditur untuk keselamatan benda gadai
4) Pasal 1158 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan, jika suatu piutang digadaikan dan piutang itu menghasilkan bunga, maka kreditur berhak memperhitungkan bunga piutang tersebut untuk dibayarkan kepadanya
5) Kreditur mempunyai hak retentie yaitu hak kreditur untuk menahan benda debitur sampai debitur membayar sepenuhnya utang pokok ditambah bunga dan biaya-biaya lainnya yang telah dikeluarkan oleh kreditur untuk menjaga keselamatan benda gadai. Hala ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1159 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
• kewajiban pemberi gadai
1) pemberi gadai wajib menyerahkan fisik benda yang digadaikan kepada penerima gadai (syarat inbezitstelling).
2) Debitur pemberi gadai menyerahkan kelengkapan dokumen (jika ada) sebagai bukti kepemilikan barang gadai yang bersangkutan.
3) Pemberi gadai wajib mengganti segala biaya yang berguna dan dipergunakan yang telah dikeluarkan oleh kreditur penerima gadai guna keselamatan barang gadai (Pasal 1157 Ayat (2) KUHPerdata).
• hak pemberi gadai
1) jika hasil penjualan barang gadai setelah diperhitungkan untuk pelunasan pembayaran hutang debitur termasuk beban bunga dan biaya-biaya lain masih berlebihan, maka debitur berhak menerima kelebihan dari hasil penjualan barang gadai tersebut.
2) Apabila barang gadai yang diserahkan debitur kepada kreditur menghasilkan pendapatan sehingga dapat dipergunakan untuk mengurangi hutang debitur, maka dimungkinkan debitur yang bersangkutan memunta diperhitungkan ke dalam pembayaran hutangnya
LARANGAN
Penerima Gadai atau kreditur tidak diperkenankan untuk memiliki atau menjadi pemilik atas benda yang digadaikan.
EKSEKUSI
Apabila debitur atau Pemberi Gadai cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek Jaminan Gadai dapat dilakukan :
1) Kreditur diberikan hak untuk menyuruh jual benda gadai manakala debitur ingkar janji, sebelum kreditur menyuruh jual benda yang digadaikan maka ia harus memberitahukan terlebih dahulu mengenai maksudnya tersebut kepada debitur atau Pemberi Gadai;
2) Suatu penjualan benda gadai oleh kreditur berdasarkan perintah pengadilan, maka kreditur wajib segera memberitahukan kepada Pemberi Gadai.
Yang menyebabkan terhapusnya suatu gadai
1) Apabila benda gadai dikeluarkan dari kekuasaan Penerima Gadai dan kembali ke tangan Pemberi Gadai;
2) Manakala perikatan pokok telah dilunasi atau jika utang pokok telah dilunasi semuanya atau telah hapus;
3) Hilangnya atau dicurinya benda gadai dari penguasaan Pemegang Gadai/Penerima Gadai (musnahnya benda gadai);
4) Dilepaskannya benda gadai secara sukarela oleh Pemegang/Penerima Gadai
Gadai menurut Hukum Adat dan Hukum Islam !
• Gadai menurut Hukum Adat
Dalam hukum adat, gadai juga dikenal dengan sebutan cekelan. Gadai dalam hukum adat juga bersifat memberi jaminan pada bendanya yang diserahkan ke dalam kekuasaan kreditur. Gadai dalam hukum adat juga memiliki sifat droit de suit yaitu walaupun diulang gadaikan oleh si penerima gadai, namun benda itu tetap dapat ditebus ditangan siapapun benda tersebut berada. Dan juga memiliki larangan bagi si penerima gadai untuk memiliki bendanya.
Dalam gadai adat dulu dimungkinkan untuk dipejanjikan bahwa jika benda yang objeknya berupa tanah tidakditebus pada waktunya oleh pemberi gadaiatau debitur, maka penerima gadai atau kreditur dapat menjadi pemilik tanah tersebut. Tetapi dalam prakteknya, tanah yang digadaikan tidak bisa secara otomatis menjadi pemilik si penerima gadai sekalipun diperjanjikan karena biasanya selalu diperlukan suatu transaksi baru lagi berupa penambahan uang gadai.
Unsur-unsur gadai dalam hukum adat
1. Gadai dalam hukum adat merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang tetapi merupakan suatu transaksi tanah,
2. perjanjian yang diadakan oleh para pihak merupakan transaksi yang berdiri sendiri
3. objek gadai hukum adat adalah tanah
4. dulu hak menembus tidak ada batasnya (tidak kadaluwarsa) tetapi sekarang dengan berlakunya PERPU No.56/1960 sebagai pelaksana Pasal 7 UUPA penguasaan atas tanah dibatasi
5. si penerima gadai selalu berhak mengulang gadaikan tanahnya
6. tanah yang digadaikan tidak bisa secara otomatis dimiliki si penerima gadai, jika tanah tersebut tidak ditebus oleh si pemberi gadai.
• Gadai menurut Hukum Islam
Gadai (Rahn) secara etimologis (pendekatan kebahasaan/lughawi) sama pengertiannya dengan (tsubut, dawam, habs) yang berarti tetap, kekal, tahanan. Gadai (rahn) menurut pengertian terminologi (istilah) terdapat beberapa pendapat, diantaranya menurut Sayyid Sabiq, Rahn adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan.
Dengan demikian gadai merupakan akad atau perjanjian hutang piutang dengan menjadikan barang jaminan sebagai kepercayaan/penguat dari hutang dan orang yang memberikan pinjaman berhak menjual/melelang barang yang digadaikan itu pada saat ia menuntut haknya (jatuh tempo).
Rahn (gadai) berupa benda yang dapat dijadikan kepercayaan/jaminan dari suatu hutang untuk dipenuhi dari harganya apabila yang berhutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang.
Gadai (rahn) adalah sebagai jaminan bukan produk dan semata untuk kepentingan sosial, bukan untuk kepentingan bisnis, jual beli atau bermitra, sehingga uang hasil gadai ini tidak boleh dipakai untuk investasi.
Dasar Hukum Gadai (Rahn), Al-Qur'an surat al-Baqarah : 283 “Artinya : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah secara tidak tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang”
Hak dan Kewajiban Murtahin (Penerima Gadai ) dan Rahin (Pemberi Gadai)
• Hak Murtahin (Penerima Gadai)
1. Penerima gadai berhak menjual marhun (barang jaminan) apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Hasil penjualan barang gadai (marhun) dapat digunakan untuk melunasi pinjaman (marhun bih) dan sisanya dikembalikan kepada rahin
2. Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun
3. Selama pinjaman belum dilunasi, pemegang gadai berhak menahan barang gadai yang diserahkan oleh pemberi gadai (nasabah/rahin)
• Kewajiban Murtahin (Penerima Gadai)
1. Penerima gadai bertanggung jawab atas hilang atau merosotnya barang gadai, apabila hal itu disebabkan kelalaiannya
2. Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai untuk kepentingan sendiri
3. Penerima gadai wajib memberitahukan kepada pemberi gadai sebelum diadakan pelelangan barang gadai
• Hak Rahin (Pemberi Gadai)
1. Pemberi gadai berhak mendapatkan kembali barang gadai, setelah ia melunasi pinjaman
2. Pemberi gadai berhak menuntut kerugian dari kerusakan dan hilangnya barang gadai, apabila hal itu disebabkan kelalaian penerima gadai
3. Pemberi gadai berhak menerima sisa hasil penjualan barang gadai setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya
4. Pemberi gadai berhak meminta kembali barang gadai apabila penerima gadai diketahui menyalahgunakan barang gadai.
• Kewajiban Rahin(Pemberi Gadai)
1. Pemberi gadai wajib melunasi pinjaman yang telah diterimanya dalam tenggang waktu yang ditentukan, termasuk biaya-biaya yang ditentukan oleh penerima gadai
2. Pemberi gadai wajib merelakan penjualan atas barang gadai miliknya, apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan pemberi gadai tidak dapat melunasi pinjamannya.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pada dasarnya gadai adalah suatu hak atas kebendaan benda bergerak milik orang lain dan bertujuan tidak untuk memberi kenikmatan atas benda tersebut, melainkan untuk memberi jaminan bagi pelunasan hutang orang yang memberi jaminan tersebut.
Dan secara tegas pengertiaan gadai terdapat dalam Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ”Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau oleh seorang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan”
Gadai juga memiliki hak accesoir yaitu hak yang bergantung dari adanya suatu perjanjian pokok yang artinya piutang yang dijamin dengan hak tersebut karena sifat accesoir ini gadai akan terhapus bila terhapusnya hutang yang ditannggung, gadai juga dapat terhapuskan jika barang dilepas dengan sukarela atau jika barang tanggungan hilang, hak gadai juga dapat terhapus jika seorang pemegang gadai lantaran suatu sebab menjadi pemilik dari barang yang dipegang sebagai tanggungan itu.
Yang dijadikan sebagai subjek gadai adalah Dari segi individu (person), yang menjadi subyek gadai adalah setiap orang sebagaimana dimaksud Pasal 1329 KUH Perdata dan para pihak (Pemberi Gadai atau Debitur; Penerima Gadai atau Kreditur; Pihak Ketiga yaitu orang yang disetujui oleh Pemberi Gadai dan Penerima Gadai untuk memegang benda gadai sehingga disebut Pemegang Gadai). Objek dari gadai sendiri adalah benda bergerak baik bertubuh maupun tidak bertubuh dalam artian benda bergerak baik berwujud dan tidak berwujud serta benda tidak bergerak yang tidak dibebani hak tanggungan atau hipotik yaitu bangunan diatas tanah milik orang lain (rumah susun, apartemen).
Terjadinya hak gadai tergantung pada benda yang digadaikan apakah tergolong benda berwujud atau benda tidak berwujud. Menurut Pasal 1151 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, ”persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokoknya”.
Berlakunya hak gadai tergantung pada ada tidaknya perjanjian pokok atau hutang piutang yang artinya, jika perjanjian hutang piutang sah, maka perjanjian gadai sebagai perjanjian tambahan juga sah, dan sebaliknya jika perjanjian hutang piutang tidak sah, maka perjanjian gadai tersebut tidak sah. Dengan demikian jika perjanjian hutang piutang beralih maka hak gadai otomatis beralih juga dan begitu sebaliknya,hak gadai tidak dapat dipindahkan tanpa dipindahkannya perjanjian hutang piutang. jika karena satu alasan tertentu perjanjian gadai itu batal, maka perjanjian hutang piutang tersebut masih tetap berlaku asal dibuat secara sah.
DAFTAR PUSTAKA
1 H. F. A Vollmar; Pengantar Studi Hukum Perdata; Rajawali Pers, 1983.
2 Abdulhay, Marhainis, S.H. Hukum Perdata Materil; Penerbit Pradnya, 1982.
3 Prof. Dr. Ny. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,S.H.; Hukum Perdata Hukum Benda; Liberty-Yogyakarta, 2000
4 Ny.Frieda Husni Hasbullah, S.H. Hukum Kebendaan Perdata, hak-hak yang memberi jaminan; CV Indhill Coo-jakarta, 2009
5 Prof. Subekti,S.H. ; Pokok-pokok Hukum Perdata; Intermasa-Jakarta, 2003.
6 Prof. R. Subekti,S.H. & R. Tjitrosudibio; Pradnya Paramita-Jakarta, 2004.
7 Triwulandari titik tutik, S.H., M.H; Pengantar Hukum Perdata di Indonesia; Prestasi Pustaka Publisher-Jakarta, 2006.
8 Mr. Dr. H. F. A. Vollmar; Hukum Benda (menurut KUH perdata); Tarsito-Bandung; 1990.
9 http://www.tanyahukum.info/index.php?option=com_content&view=article&id=124:hukum-gadai&catid=38:materil-perdata&Itemid=63
Tidak ada komentar:
Posting Komentar