Kiranya di dunia ini, tidak ada budi yang bisa mengimbangi ataupun membalas cinta seorang ibu. Cinta seorang ibu mengalir dalam darah dan ruh kita. Anak adalah buah cinta dari dua hati, namun ia tidak dititipkan dalam dua rahim. Ia dititipkan dalam rahim sang ibu, selama sembilan bulan: disana ia hidup dalam kesunyian sembari menghisap saripati kehidupan sang ibu. Kemudian ia keluar diantar oleh darah.
Bakti hidup cinta seorang ibu kepada anak, adalah dengan merawat sembari mengharapkan kehidupan anaknya. Tapi bakti anak kepada ibu, kenyataannya adalah merawat sembari menunggu kematiannya. Begitulah kira-kira, yang menjadikan balas budi kepada seorang ibu itu, tidak akan pernah cukup.
Kemudian jika seorang anak telah menghadapi takdir kematian sebelum orang tuanya, itu justru menjadi tabungan di akhirat bagi kedua orang tuanya. Yang kelak, dari seorang anak itu bisa lahir syafaat, yang memudahkan untuk menapak ke syurga, atau sekedar mengurangi penderitaan di neraka.
Siapapun tidak bisa menebak dengan pasti takdir seseorang. Adakalanya sebuah mangga muda jatuh lebih awal dari yang tua, bahkan bunganya pun dapat berguguran lebih awal.
Cinta ibu kepada anaknya sungguh sangatlah dalam, karena cinta ini lahir dari darah dan ruhnya. Maka ketika seorang anak dipanggil oleh ALLAH SWT, ibulah yang begitu merasakan haru melebihi yang lainnya. Sejenak ia berkata dalam jiwanya; itu harapan masa depannya, itu hidupnya, itu silsilah yang akan menyambung kehadirannya sebagai peserta perlombaan menuju ALLAH SWT di alam raya. Selebihnya anak adalah amanah langit yang harus dipertanggung jawabkan di akhirat. Dan lebih jauhnya lagi, anak juga menjadi penentu masa depannya di akhirat. Yang memberikan sepucuk pengharapan, tentang tempat yang lebih terhormat di surga.
Doa sang ayah dan ibu, selamanya merupakan potongan-potongan jiwanya. Karena itulah ia selamanya terkabul!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar